Kesepakatan Damai dalam Sengketa Tanah Berbasis Eigendom Verponding: Solusi Win-Win bagi Pemilik Sertifikat dan Ahli Waris

Jawa Tengah, 19 April 2025 – Dalam rangka mengurangi potensi konflik pertanahan di wilayah Jawa Tengah, khususnya terkait status Eigendom Verponding sebagai dasar historis kepemilikan tanah, masyarakat diimbau untuk memahami pentingnya peta kadastral dalam proses pertanahan. Peta tersebut sering menjadi acuan awal yang digunakan dalam proses pensertifikatan, terutama untuk tanah-tanah yang telah berubah status menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM), Hak Guna Bangunan (SHGB), Hak Guna Usaha (SHGU), atau Hak Guna Pakai (SHGP).

Namun, banyak tanah yang dahulu bersumber dari Eigendom Verponding kini telah bersertifikat tanpa melibatkan ahli waris dari pemegang hak asal. Hal ini memicu sejumlah potensi sengketa. Untuk itu, ahli waris pemilik Eigendom Verponding menyatakan kesiapannya untuk diajak berdialog dalam semangat solusi damai (win-win solution) tanpa jalur litigasi.

“Tujuan kami bukan untuk menggugat, tetapi mencari kejelasan dan keadilan dengan pendekatan musyawarah. Kami terbuka untuk mediasi agar tidak timbul konflik yang merugikan semua pihak,” ungkap salah satu perwakilan ahli waris.

Usulan Penggunaan Mediator Bersertifikat

Guna mendukung penyelesaian damai, para pihak diimbau untuk menggunakan mediator non-hakim bersertifikat, yang memahami teknis dan hukum pertanahan secara mendalam. Hal ini sejalan dengan prinsip penyelesaian sengketa alternatif sebagaimana diatur dalam:

Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), terutama pada Pasal II Aturan Peralihan terkait konversi hak lama seperti eigendom menjadi hak milik.

Adanya Putusan Adading (Akte Perdamaian)

Dengan adanya kesepakatan mediasi, maka dapat dituangkan dalam bentuk putusan adading atau akte perdamaian, yang mengikat secara hukum dan dapat dijadikan dasar dalam proses sertifikasi ulang, pemecahan, atau pengakuan hak baru sesuai perundang-undangan.

Arahan dari Menteri Agraria Nusron Wahid

Dalam beberapa kesempatan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid, menegaskan bahwa prinsip penyelesaian konflik pertanahan harus mengedepankan kearifan lokal, keadilan sosial, dan pendekatan dialogis. Beliau menyatakan:

> “Kami ingin masyarakat tidak saling menggugat, apalagi sesama warga yang punya keterikatan sejarah. Negara hadir untuk menjadi penengah yang adil, dan kami mendorong proses-proses penyelesaian non-litigasi yang cepat dan adil.

Penutup

Masyarakat pemilik sertifikat dan para ahli waris pemilik Eigendom Verponding diharapkan menjalin komunikasi terbuka dan menjunjung tinggi nilai kekeluargaan. Pendekatan mediasi menjadi pilihan terbaik untuk menghindari konflik berkepanjangan dan membangun kejelasan hukum yang adil dan damai bagi semua pihak.

( penulis R. Hidayat SH – red)

Related posts